Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (PP RI No. 34 Tahun 2009). Berdasarkan definisi kawasan perkotaan tersebut dapat kita ketahui bahwa kawasan perkotaan didominasi berbagai kegiatan untuk kawasan budidaya. Lalu, di manakah letak Ruang Terbuka Hijau (RTH)?
RTH di kawasan perkotaan saat ini mendapat proporsi jauh lebih kecil dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 28 sampai pasal 30 yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada kawasan perkotaan minimal 30%, dengan rincian RTH publik sebesar minimal 20% dan RTH privat sebesar minimal 10% dari luas wilayah. Minimnya luas RTH publik di kawasan perkotaan (kurang dari 10%) disebabkan oleh anggapan banyak pihak bahwa RTH tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga investor tidak dapat meraup keuntungan besar dari keberadaan RTH. Selanjutnya, RTH untuk berlangsungnya fungsi ekologis pun menjadi kurang terakomodasi, dan berdampak pada permasalahan manajemen pengelolaan RTH. Berikut tabel yang menunjukkan proporsi RTH publik kota-kota besar di Indonesia:
Tabel Proporsi RTH Publik Kota-kota Besar di Indonesia
Sumber: Nirwono Joga, Aspek Lingkungan
dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan,
Jakarta, 1 Oktober 2009
Melihat kenyataan yang demikian maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan RTH yang memiliki tiga fungsi penting yaitu ekologis, sosial-ekonomi, dan evakuasi. RTH juga merupakan kebutuhan mutlak bagi masyarakat kota karena udara yang berkualitas tentu berasal dari RTH yang luas. RTH perkotaan yang ideal adalah keseimbangan koefisien penggunaan tata ruang yang memadai antara luas perkotaan dan pertambahan penduduk. Namun tampaknya bagi kota-kota besar di Indonesia, hal ini akan sulit terealisasi akibat adanya tekanan pertumbuhan yang terus menerus dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan serta peningkatan jumlah penduduk yang pada akhirnya memakan porsi RTH untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemerintah daerah yang tak lain sebagai pengelola perkotaan mengalami beberapa kesulitan dalam penyediaan RTH, di antaranya:
· Pola perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia pada umumnya bersifat sprawling, menyebabkan permintaan lahan menjadi sangat tinggi
· Lahan di kawasan perkotaan telah dikuasai oleh masyarakat
· Keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk mengakuisisi lahan-lahan yang telah dikuasai masyarakat
Untuk merealisasikan keberadaan RTH yang ideal di kawasan perkotaan Indonesia diperlukan komitmen kuat dari semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk mencegah lahan-lahan RTH agar tidak semakin berkurang dan tetap bisa menjalankan fungsi utamanya yaitu fungsi ekologis sebagai penghasil oksigen (O2) ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, antara lain:
· Mewajibkan setiap rumah tangga untuk menanam satu pohon di halaman rumah dan menyumbang satu pohon untuk setiap pertambahan anggota keluarga baru (natalitas)
· Penegakkan aturan tegas mengenai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) untuk semua bangunan sehingga tersedia ruang terbuka dalam setiap tapak agar dapat digunakan untuk penanaman pohon atau penghijauan
· Pemeliharaan taman kota sebagai RTH publik dan alternatif wisata lokal yang sering dikunjungi masyarakat kota
· Penyeleksian tanaman untuk median jalan dan kawasan industri agar tetap menghasilkan udara yang berkualitas meskipun berada di kawasan berpolusi tinggi
Selain itu, penyediaan lahan untuk pengembangan RTH publik juga dapat diupayakan dengan menerapkan pola kerja sama dengan dunia usaha, seperti:
Penyediaan RTH publik sebagai perwujudan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan/ Corporate Social Responsibility (CSR).
Keberadaan perusahaan-perusahaan bermodal besar di kawasan perkotaan juga dapat dijadikan peluang dalam penyediaan RTH publik. Sebagaimana diketahui, bahwa setiap perusahaan diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk membiayai program-program pembangunan sebagai bentuk Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) dalam kerangka CSR. Untuk memanfaatkan anggaran CSR, pemerintah daerah perlu memberikan panduan dan arahan untuk perusahaan-perusahaan tersebut agar membiayai penyediaan lahan dan pemeliharaan RTH publik. Sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah kepada pihak swasta atas kerja sama yang akan dilakukan, pemerintah daerah bisa juga mencantumkan nama perusahaan yang bersangkutan pada area RTH publik yang dibangun. Tentunya sebelum kerja sama ini terwujud dibutuhkan kesepakatan antara kedua belah pihak agar tidak terjadi inkonsistensi dan miskomunikasi dalam pembangunan dan pengelolaannya.
dengan kondisi saat ini, KDB yg kecil gmana cranya setiap rumah tangga menanam pohon setiap satu di rumah tangganya....
ReplyDeleteApakah ditujukan bagi yg akan membangun rumah...??
Untuk rumah dengan KDB kecil bisa disiasati dengan tanaman dalam pot yang jumlahnya bisa disesuaikan dengan luas halaman rumah,
ReplyDeletesedangkan untuk rumah baru diwajibkan untuk menanam pohon minimal pohon perindang guna menjaga kelestarian lingkungan dan mencapai target RTH privat sebesar 10%.
trims..
melihat penggunaan lahan kota besar saat ini cenderung dijadikan kegiatan perindustrian, apakah ada kebijakan dari pemerintah terkait penyediaan RTH untuk kawasan industri??
ReplyDeleteada,
ReplyDeletekebijakan pemerintah mengenai RTH di kawasan industri akan diprioritaskan untuk kawasan industri berskala besar yakni penyediaan RTH seluas 5% dari luas lahan.
trims.
melihat penyediaan RTH dgn sistem CSR, apakah anda bs memberika contoh real penyediaan RTH dgn sistem CSR oleh suatu perusahaan??
ReplyDeletetrima kasih..
Ada beberapa contoh mengenai penyediaan RTH melalui sistem CSR.
ReplyDeleteSalah satu contohnya adalah PT Bakrieland Development Tbk yang bekerja sama dengan PT Urbane Indonesia mengembangkan RTH di Kelurahan Babakan Asih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Bandung, Jawa Barat. Upaya ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat sehingga tidak menimbulkan daerah kumuh. Program tersebut merupakan komitmen Bakrieland dalam mendukung terciptanya RTH yang selaras dengan program CSR perusahaan. Konsep program CSR Bakrieland ini mengedepankan prinsip Green Architecture, Green Operations, dan Green Attitude.
trims..