Suatu perencanaan wilayah dan kota tentunya harus mempertimbangkan fenomena-fenomena keruangan atau spasial, baik dari aspek fisik maupun non-fisik, serta interaksi dan keterkaitan di antara keduanya. Fenomena lain seperti densitas atau kepadatan penduduk juga selayaknya menjadi sorotan dalam perencanaan, sama halnya dengan pola penggunaan tanah dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk. Keseluruhan fenomena tersebut nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan serta proses pembangunan suatu daerah.
Salah satu pendekatan yang dilakukan dalam menetapkan proyek perencanaan dan pembangunan tersebut adalah dengan menerapkan teori Economic Base dan Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output beserta penerapannya, diantaranya adalah dengan teori lokasi (Location Theory). Sebagian besar dasar teori ekonomi diasumsikan membatasi ruang dan jarak, dengan demikian dilakukan studi untuk mengetahui pentingnya arti lokasi dalam bidang perekonomian.
Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi. Selai itu, teori lokasi dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain. Secara umum, menurut Hoover dan Giarratani dalam Sofa (2008), pemilihan lokasi unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal (local input), permintaan lokal (local demand), bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input), dan permintaan luar (outside demand).
Teori lokasi merupakan salah satu penjelasan teoritis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan perekonomian. Hal tersebut selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang nantinya akan berpengaruh terhadap lokasi berbagai aktivitas penduduk, baik aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial.
Untuk menetapkan lokasi suatu industri (skala besar) secara komprehensif diperlukan pertimbangan berbagai faktor, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri, stabilitas politik suatu negara, dan kebijakan daerah (peraturan daerah).